Senin, 26 Desember 2011

Makalah Kimia Farmasi

Paracetamol Dalam Obat Anak-Anak
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Kimia Farmasi

Dosen Pembimbing :

Dra.Tuty Putri Sri Muljati S, Apt,M Kes




Oleh :

AGUS RIYONO


PROGRAM KHUSUS D III ANALIS KESEHATAN SEMESTER II POLTEKES KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA
TAHUN 2011



KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rohmat-Nya,sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Paracetamol dalam obat anak-anak,sesuai dengan waktu yang direncanakan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangan,yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan yang ada pada kami.Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami tunggu demi penyempurnaan karya tulis ini.Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Dengan terselesaikannya makalah ini,tak lupa kami sampaikan terima kasih kepada :
1. Ibu Dra.Tuty Putri Sri Muljati S, Apt,MKes Dosen Pembimbing Mata Kuliah Kimia Farmasi semester II .
2. Teman-teman dan semua pihak yang ikut membantu terselesaikannya makalah ini.
Demikian pengantar kami,semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua,Amin.



Penyusun








DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
B.Rumusan Masalah
C.Tujuan Pembahasan
BAB II PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan
B.Saran
DAFTAR PUSTAKA















BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Dewasa ini semakin tidak menentu cuaca atau iklim dinegara kita maupun dinegara-negara lain,ini semua akibat tingkah laku dan perbuatan manusia.mulai dari penebangan hutan yang merajalela sampai pola hidup kita yang tidak baik.karena musim yang tidak menentu maka sering menyebabkan kita,anak-anak kita mudah sakit.sekarang obat- obatan banyak dijual bebas diapotik dan toko obat,sehingga banyak dari kita sering menggunakan obat-obatan tanpa pengawasan dokter. Penggunaan obat yang tidak sesuai dengan aturan atau petunjuk dokter sangat berbahaya bagi tubuh kita,akibat atau efeknya bisa langsung kelihatan dan bahkan mungkin baru beberapa tahun ke depan.
Parasetamol merupakan salah satu diantara obat yang mudah didapatkan ditoko obat maupun diapotik, merupakan obat generik yang sangat mudah dijangkau oleh masyarakat. Paracetamol juga terdapat dalam obat anak-anak yang efek dan akibatnya sama berbahayanya dengan paracetamol yang sering digunakan oleh orang dewasa.
Karena sangat besar efek dan bahayanya penggunaan obat yang sembarangan maka perlu kesadaran dari kita semua untuk berhati-hati dalam penggunaanya. Obat-obatan sangat kita butuhkan tapi jika salah penggunaanya maka obat tersebut bisa menjadi racun untuk kita.

B.Rumusan Masalah
1. Apa efek pemberian Paracetamol pada anak-anak atau bayi ?

C.Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui efek / dampak pemberian Paracetamol terkandung dalam obat anak-anak atau bayi.





























BAB II

PEMBAHASAN

A.LATAR BELAKANG MASALAH

Paracetamol termasuk dalam golongan obat analgetik yang biasa disebut dengan Asetaminofen khasiatnya sama seperti aspirin atau obat-obat non steroid antiinflamatory drug ( NSAID ) lainnya.Seperti Aspirin Paracetamol berefek menghambat Prostaglandin ( mediator nyeri ) di otak tetapi sedikit aktivitasnya sebagai penghambat prostaglandin perifer.Tidak seperti obat-obat NSAIDs,obat ini tidak memiliki aktivitas anti radang dan tidak menyebabkan gangguan saluran cerna maupun efek kaediorenal yang tidak menguntungkan.
B.RUMUSAN MASALAH
Selama bertahun-rahun digunakan, informasi tentang cara kerja parasetamol dalam tubuh belum sepenuhnya di ketahui dengan jelas,hingga pada tahun 2006 di publikasikan dalam salah satu jurnal Bertolini A,et.al dengan topik parasetamol : New Vistas of An Old Drug,mengenai aksi pereda nyeri dari paracetamol ini.Ternyata di dalam tubuh efek analgetik dari paracetamol diperantarai oleh aktivitas tak langsung reseptor canabinoid CB 1. Di dalam otak dan sumsum tulang belakang,paracetamol mengalami reaksi deasetilasi dengan asam arachidonat membentuk N-arachidonoylfenolamin, komponen yang dikenal sebagai zat endogenous cababinoid. Adanya N-arachidonoylfenolamin ini meningkatkan kadar canabinoid endogen dalam tubuh,di samping juga meng hambat enzim siklooksigenase yang memproduksi prostaglandin dalam otak. Karena efek canabino-mimetik inilah terkadang paracetamol digunakan secara berlebihan.

Paracetamol juga dipakai untuk terapi rematik, pemakaian aspirin perlu diawasi,sedangkan paracetamol tidak dianjurkan bagi orang yang mempunyai gangguan fungsi liver. Selain aspirin dan paracetamol ,ibu profen ( obat antiradang bersifat nonsteroid) juga dipakai pada anak-anak untuk menurunkan demam pada pereda nyeri. Untuk anak-anak,dosis paracetamol berkisar 10-15 miligram/kilogram berat badan. Meminum sekaligus lebih dari sepuluh kali dosis yang dianjurkan bisa meracuni ( merusak ) hati. Hingga kini telah berkembang pesat dalam berbagai bentuk sediaan, tablet cheweble, eliksir, drops, dan suspensi drops yang dikemas khusus untuk bayi dan anak-anak. Umunya obat ini bisa untuk meringankan gejala demam, nyeri dan rasa tak nyaman karena masuk angin, flu, atau karena imunisasi dan pertumbuhan gigi.
C.TUJUAN PEMBAHASAN
Setiap anak hampir semua pernah demam, sakit kepala, sakit gigi, sakit kuning ,rasa sakit itu bisa hilang etelah kita mengkonsumsi obat. Setiap obat mempunyai komposisi, dosis dan efek samping yang berbeda. Apabila kita sering mengkonsumsi paracetamol secara rutin akaa memicu penyakit asma, karena parasetamol ini mengandung dosis tinggi sehingga akan menurunkan kadar anti oksidan yang terdapat pada jaringan paru-paru, yang menyebabkan resiko dari kerusakan paru dan peningkatan dari penyakit pernapasan. Apalagi paracetamol ini diberikan pada bayi akan memicu asma pada bayi yang sangat berat, karena dosisnya berlebihan bayipun masih sensitif untuk menerima obat yang berlebihan akhirnya akan mengganggu dalam pernafasannya.
Bila bayi tidak cocok dengan obat tersebut berarti bayi alergi paracetamol dan akan menyebabkan asma pada bayi. Boleh saja bayi diberikan paracetamol untuk meringankan rasa sakitnya, tetapi harus dalam anjuran dokter dan tidak sering.
Selain asma juga dapat menyababkan eksim,makanya jangan sering memberikan paracetamol pertimbangkan efek sampingnya. Bayi yang mempunyai penyakit asma biasanya bayi yang sering mengkonsumsi paracetamol atau penyakit bawaan dalam kandungan. Bayi usia di bawah 1 tahun sering mengkomsumsi paracetamol ternyata mengalami peningkatan resiko mengidap asma hingga 46 %. Gejala asma akan muncul ketika mereka kelak usia 6-7 tahun, namun bukan alasan untuk berhenti membarikannya. Untuk amannya bayi di bawah 1 tahun mengalami demam untuk tidak memberikan Paracetamol jika temperatur badannya belum mencapai 38,5 derajat Celcius. Perlu di ketahui bahwa demam bukanlah suatu penyakit, melainkan sebuah mekanisme tubuh dalam melawan infeksi bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh, maka selalu ukurlah suhu tubuh anak-anak / bayi dengan termometer pada saat suhunya teraba lebih tinggi di bandingkan dengan tangan kita agar tidak terjadi kesalahan persepsi.
Oleh karena itu seharusnya kita selalu membaca kemasan obat yang akan kita gunakan,baik komposisinya maupun aturan pakainya, agar bisa meminimalisasi kesalahan.Disini penulis juga menegaskan untuk lebih mengenali sakit/demam yang di alami,karena paresetamol jauh lebih efektif untuk demam dengue,karena itu untuk menghindari efek atau akibat-akibat dari obat-obatan selama masih ada obat alami maka sebaiknya gunakan obat-obat alami tersebut yang jauh lebih aman.


BAB III

PENUTUP

A.KESIMPULAN

Paracetamol sebenarnya jarang memberi efek samping yang serius apabila digunakan sesuai dengan petunjuk. Beberapa isu yang menyebutkan bahwa obat ini terkait dengan asma pada anak-anak juga belum terbukti secara klinis. Perlu diperhatikan beberapa tanda overdosis dari paracetamol seperti mual, muntah, lemas dan keringat berlebih.
Dalam penggunaan paracetamol perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1. Hentikan penggunaan paracetamol bila demam berlangsung lebih dari 3 hariatau nyeri semakin memburuk lebih dari 10 hari, kecuali atas saran dokter.
2. Bagi ibu hamil dan menyusui, konsultasikan dengan dokter jika hendak menggunakannya.
3. Orang dengan sakit liver sebaiknya tidak menggunakan obat ini.

B.SARAN

Karena begitu bahanya pemakaian obat yang berlebihan dan sangat berbahaya pada tubuh kita dan anak-anak maka harus dalam pengawasan dokter. Selain akan bisa menimbulkan penyakit baru juga bisa merusak fungsi dari organ tubuh kita




DAFTAR PUSTAKA

http://www.dokterfile.com/id/tips bayi
http://www.makalah kesehatan.com/info/daftar-pustaka-makalah-parasetamol-dalam-obat-anak
http://windims.multiply.com/journal/item/20/paracetamol_lebih_efektif_untuk_kasus_demam dengue

Makalah C. Dhiptheri

Bakteri Corynebacterium diphtheriae

Klasifikasi
Kingdom : Bakteri
Filum : Actinobacteria
Kelas : Actinobacteria
Order : Actinomycetales
Keluarga : Corynebacteriaceae
Genus : Corynebacterium
Spesies : Corynebacterium diphtheriae

Corynebacterium diphtheriae adalah bakteri patogen yang menyebabkan difteri berupa infeksi akut pada saluran pernapasan bagian atas. Ia juga dikenal sebagai basil Klebs-Löffler, karena ditemukan pada tahun 1884 oleh bakteriolog Jerman, Edwin Klebs (1834-1912) dan Friedrich Löffler (1852-1915).
Ada tiga strain C. diphtheriae yang berbeda yang dibedakan oleh tingkat keparahan penyakit mereka yang disebabkan pada manusia yaitu gravis, intermedius, dan mitis. Ketiga subspesies sedikit berbeda dalam morfologi koloni dan sifat-sifat biokimia seperti kemampuan metabolisme nutrisi tertentu. Perbedaan virulensi dari tiga strain dapat dikaitkan dengan kemampuan relatif mereka untuk memproduksi toksin difteri (baik kualitas dan kuantitas), dan tingkat pertumbuhan masing-masing. Strain gravis memiliki waktu generasi (in vitro) dari 60 menit; strain intermedius memiliki waktu generasi dari sekitar 100 menit, dan mitis memiliki waktu generasi dari sekitar 180 menit.. Dalam tenggorokan (in vivo), tingkat pertumbuhan yang lebih cepat memungkinkan organisme untuk menguras pasokan besi lokal lebih cepat dalam menyerang jaringan.

Morfologi dan Sifat Biakan
Kuman difteri berbentuk batang ramping berukuran 1,5-5 um x 0,5-1 um, tidak berspora, tidak bergerak, termasuk Gram positif, dan tidak tahan asam. C. diphtheriae bersifat anaerob fakultatif, namun pertumbuhan maksimal diperoleh pada suasana aerob. Pembiakan kuman dapat dilakukan dengan perbenihan Pai, perbenihan serum Loeffler atau perbenihan agar darah. Pada perbenihan-perbenihan ini, strain mitis bersifat hemolitik, sedangkan gravis dan intermedius tidak. Dibanding dengan kuman lain yang tidak berspora, C. diphtheriae lebih tahan terhadap pengaruh cahaya, pengeringan dan pembekuan. Namun, kuman ini mudah dimatikan oleh desinfektan.

Epidemiologi
Difteri terdapat di seluruh dunia dan sering terdapat dalam bentuk wabah. Penyakit ini terutama menyerang anak umur 1-9 tahun. Difteri mudah menular dan menyebar melalui kontak langsung secara droplet. Banyak spesies Corynebacteria dapat diisolasi dari berbagai tempat seperti tanah, air, darah, dan kulit manusia. Strain patogenik dari Corynebacteria dapat menginfeksi tanaman, hewan, atau manusia. Namun hanya manusia yang diketahui sebagai reservoir penting infeksi penyakit ini. Bakteri ini umumnya ditemukan di daerah beriklim sedang atau di iklim tropis, tetapi juga dapat ditemukan di bagian lain dunia.


Penentu Patogenitas
Patogenisitas Corynebacterium diphtheriae mencakup dua fenomena yang berbeda, yaitu

1. Invasi jaringan lokal dari tenggorokan, yang membutuhkan kolonisasi dan proliferasi bakteri berikutnya. Sedikit yang diketahui tentang mekanisme kepatuhan terhadap difteri C. diphtheriae tapi bakteri menghasilkan beberapa jenis pili. Toksin difteri juga mungkin terlibat dalam kolonisasi tenggorokan.

2. Toxigenesis: produksi toksin bakteri. Toksin difteri menyebabkan kematian sel eukariotik dan jaringan oleh inhibisi sintesis protein dalam sel. Meskipun toksin bertanggung jawab atas gejala-gejala penyakit mematikan, virulensi dari C. diphtheriae tidak dapat dikaitkan dengan toxigenesis saja, sejak fase invasif mendahului toxigenesis, sudah mulai tampak perbedaan. Namun, belum dipastikan bahwa toksin difteri memainkan peran penting dalam proses penjajahan karena efek jangka pendek di lokasi kolonisasi.

Patogenesis
Organisme ini menghasilkan toksin yang menghambat sintesis protein seluler dan bertanggung jawab atas kerusakan jaringan lokal dan pembentukan membran. Toksin yang dihasilkan di lokasi membran diserap ke dalam aliran darah dan didistribusikan ke jaringan tubuh. Toksin yang bertanggung jawab atas komplikasi utama dari miokarditis dan neuritis dan juga dapat menyebabkan rendahnya jumlah trombosit (trombositopenia) dan protein dalam urin (proteinuria).
Penyakit klinis terkait dengan jenis non-toksin umumnya lebih ringan. Sementara kasus yang parah jarang dilaporkan, sebenarnya ini mungkin disebabkan oleh strain toksigen yang tidak terdeteksi karena contoh koloni tidak memadai.

Gambaran klinis
Masa inkubasi difteri adalah 2-5 hari (jangkauan, 1-10 hari). Untuk tujuan klinis, akan lebih mudah untuk mengklasifikasikan difteri menjadi beberapa manifestasi, tergantung pada tempat penyakit.

1)Anterior nasal difteri : Biasanya ditandai dengan keluarnya cairan hidung mukopurulen (berisi baik lendir dan nanah) yang mungkin darah menjadi kebiruan. Penyakit ini cukup ringan karena penyerapan sistemik toksin di lokasi ini, dan dapat diakhiri dengan cepat oleh antitoksin dan terapi antibiotik.

2)Pharyngeal dan difteri tonsillar : Tempat yang paling umum adalah infeksi faring dan tonsil. Awal gejala termasuk malaise, sakit tenggorokan, anoreksia, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Pasien bisa sembuh jika toksin diserap. Komplikasi jika pucat, denyut nadi cepat, pingsan, koma, dan mungkin mati dalam jangka waktu 6 sampai 10 hari. Pasien dengan penyakit yang parah dapat ditandai terjadinya edema pada daerah submandibular dan leher anterior bersama dengan limfadenopati.

3)Difteri laring : Difteri laring dapat berupa perpanjangan bentuk faring. Gejala termasuk demam, suara serak, dan batuk menggonggong. membran dapat menyebabkan obstruksi jalan napas, koma, dan kematian.

4)Difteri kulit : Difteri kulit cukup umum di daerah tropis. Infeksi kulit dapat terlihat oleh ruam atau ulkus dengan batas tepi dan membran yang jelas. Situs lain keterlibatan termasuk selaput lendir dari konjungtiva dan daerah vulvo-vagina, serta kanal auditori eksternal.

Kebanyakan komplikasi difteri, termasuk kematian, yang disebabkan oleh pengaruh toksin terkait dengan perluasan penyakit lokal. Komplikasi yang paling sering adalah miokarditis difteri dan neuritis. Miokarditis berupa irama jantung yang tidak normal dan dapat menyebabkan gagal jantung. Jika miokarditis terjadi pada bagian awal, sering berakibat fatal. Neuritis paling sering mempengaruhi saraf motorik. Kelumpuhan dari jaringan lunak, otot mata, tungkai, dan kelumpuhan diafragma dapat terjadi pada minggu ketiga atau setelah minggu kelima penyakit.
Komplikasi lain termasuk otitis media dan insufisiensi pernafasan karena obstruksi jalan napas, terutama pada bayi. Tingkat fatalitas kasus keseluruhan untuk difteri adalah 5% -10%, dengan tingkat kematian lebih tinggi (hingga 20%). Namun, tingkat fatalitas kasus untuk difteri telah berubah sangat sedikit selama 50 tahun terakhir.

Diagnosis
Diagnosis klinik difteri tidak selalu mudah ditegakkan oleh klinikus-klinikus dan sering terjadi salah diagnosis. Hal ini terjadi karena strain C. Diphtheriae baik yang toksigenik maupun nontoksigenik sulit dibedakan, lagipula spesies Corynebacterium yang lain pun secara morfologik mungkin serupa. Karena itu bila pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan kuman khas difteri, maka hasil presumtif adalah: ditemukan kuman-kuman tersangka difteri. Hal ini menunjukkan pentingnya dilakukan diagnosis laboratorium secara mudah, cepat, dan dengan hasil yang dipercaya untuk membantu klinikus. Walaipun demikian, diagnosis laboratorium harus dianggap sebagai penunjang bukan pengganti diagnosis klinik agar penanganan penyakit dapat cepat dilakukan. Hapusan tenggorok atau bahan pemeriksaan lainnya harus diambil sebelum pemberian obat antimikroba, dan harus segera dikirim ke laboratorium.

Pengobatan
Antitoksin difteri diproduksi dari kuda, yang pertama kali digunakan di Amerika Serikat pada tahun 1891. Pengobatan difteri dilakukan dengan pemberian antitoksin yang tepat jumlahnya dan juga cepat. Antitoksin dapat diberikan setelah diagnosis presumtif keluar, tanpa perlu menunggu diagnosis laboratorium. Hal ini dilakukan karena toksin dapat dengan cepat terikat pada sel jaringan yang peka, dan sifatnya irreversibel karena ikatan tidak dapat dinetralkan kembali. Jadi penggunaan antitoksin bertujuan untuk mencegah terjadinya ikatan lebih lanjut dari toksin dalam sel jaringan yang utuh dan akan mencegah perkembangan penyakit.
Selain antitoksin, umumnya diberi Penisilin atau antibiotik lain seperti Tetrasiklin atau Eritromisin yang bermaksud untuk mencegah infeksi sekunder (Streptococcus) dan pengobatan bagi carrier penyakit ini. Pengobatan dengan eritromisin secara oral atau melalui suntikan (40 mg / kg / hari, maksimum, 2 gram / hari) selama 14 hari, atau penisilin prokain G harian, intramuskular (300.000 U / hari untuk orang dengan berat 10 kg atau kurang dan 600.000 U / sehari bagi mereka yang berat lebih dari 10 kg) selama 14 hari.

Pencegahan
Pencegahan infeksi bakteri ini dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan diri dan tidak melakukan kontak langsung dengan pasien terinfeksi. Selain itu, imunisasi aktif juga perlu dilakukan. Imunisasi pertama dilakukan pada bayi berusia 2-3 bulan dengan pemberian 2 dosis APT (Alum Precipitated Toxoid) dikombinasikan dengan toksoid tetanus dan vaksin pertusis. Dosis kedua diberikan pada saat anak akan bersekolah.Imunisasi pasif dilakukan dengan menggunakan antitoksin berkekuatan 1000-3000 unit pada orang tidak kebal yang sering berhubungan dengan kuman yang virulen, namun penggunaannya harus dibatasai pada keadaan yang memang sanagt gawat. Tingkat kekebalan seseorang terhadap penyakit difteri juga dapat diketahui dengan melakukan reaksi Schick.